Kamis, 13 April 2017

IMAM AL-GHAZALI

Dialah Muhammad Bin Muhammad Bin Muhammad Abu Hamid Al-Ghazali Al-Mujtahid Al-Faqih Al-Ushuli Al-Mutakallim Ath-Thusi Asy-Syafi'i. Beliau dilahirkan pada tahun 450 H. Al-Ghazali mempunyai seorang ayah yang soleh sufi menjaga hati dan tangannya untuk melakukan yang halal. Sebelum ayahnya meninggal beliau berwasiat kepada temannya yang sholeh juga sufi untuk menjaga putranya yang bernama abu hamid Al-Ghazali sama saudaranya yang bernama Ahmad Al-Ghazali.

Setelah beranjak beberapa tahun berlalu, uang dan bekal yang dititipkan sang ayah untuk Imam Al-Ghazali dan saudaranya Imam Ahmad Al-Ghazali akhirnya habis juga sehingga mereka berdua terpaksa disekolahkan di Madrasah Nidzomiyah di Baghdad, Iraq. Setelah Al-Ghazali mengusai segala bidang ilmu, baik dalam Ilmu Fiqih, ilmu Jidal (debat ilmiah), Ilmu Ushul dan Filsafat. Akkhirnya Al-Ghazali memilih jalan Shufi dan beliau menuju ke negara Syam untuk 'Uzlah (menjauh dari hiruk pikuk) serta Kholwah (menyendiri) di Menara Masjid.


Adiknya, Ahmad lebih awal memilih jalan Shufi. Nah, di sini ada sebuah kisah anatara Al-Ghazali sama Ahmad Al-Ghazali. Pernah suatu Al-Ghazali menjadi Imam dalam Shalat berjama'ah sedangkan Ahmad menjadi Ma'mumnya, sampai di pertengahan Ahmad berpisah dari jama'ah (Mufaroqoh) Kakaknya Al-Ghazali. Setelah selesai Shalat Al-Ghazali menanyakan kepada Ahmad kenapa dalam Shalat tadi engkau berpisah dari jama'ahku wahai saudaraku kata Al-Imam Al-Ghazali.

Lantas Ahmad menjawabnya mengapa saya harus berjama'ah dengan seseorang yang berlumuran darah di pundaknya. Akhirnya Al-Ghazali terbayang-bayang dengan menjawabnya: "Wahai saudaraku, engkau memang benar tadi ketika saya jadi Imam, memang saya tidak Khusu' saat Shalat, akan tetapi saya mengingat-ngingat tentang Darah Haid, Darah Nifas dan Istihadoh.


Al-Ghazali waktu itu sudah mempunyai karangan Kitab Al-Basith, Al-Wasith dan Al-Wajiz yang menjelaskan tentang Ilmu Fiqih dalam Madzhab Syafi'i. Ternyata masih kalah hebatnya dengan saudaranya sendiri yang bernama Ahmad Al-Ghazali. Akhirnya Al-Ghazali memilih jalan Shufi dan memilih untuk pergi ke Negara Syam.

- Perjalanan Ilmiah Imam Al-Ghazali

Beliau mulai menuntut ilmu sejak masa kecilnya yaitu Ilmu Fiqih kepada Al-Imam Ahmad Bin Muhammad Ar-Rodhakoni di kota Baghdad, lalu Al-ghazali melanjutkan studinya ke negara Jurjan, beliau belajar kepada Al-Imam Abi Nashr Al-isma'ili, Kemudian Al-Ghazali melanjutkan studinya ke Kota Naysabur untuk menimba ilmu kepada Al-Imam Al-Haromain Mufti Kota Mekkah dan Madinah.

Setelah Al-Imam Haromain wafat, Al-Ghazali keluar menuju seorang Mentri. Pada saat itu Nidhomul Mulk mengumpulkan para ahli ilmu dan semua para Ulama' berusaha untuk memusuhi Al-Ghazali. Setelah Al-Ghazali menjelaskan ilmunya yang didapatkan dari Guru-Gurunya, akhirnya semua Ulama' mengerti keutamaan Al-Ghazali. Hingga akhirnya Al-Ghazali diperintahkan pergi ke Madrasah Nidhomiyah di Baghdad pada Tahun 484 Hijriyah. Dan Al-Ghazali mengajar di sana hingga semua orang terheran dengan kepiawaian Al-Ghazali dalam mengajar dan berargumen, serta mempunyai keutamaan yang indah dan fasih lisannya semua orang mencitainya.

- Komentar Ulama' Tentang Al-Ghazali

Al-Imam Tajuddin As-Subuki berkata: "Abu Hamid Al-Ghazali adalah Hujjatul Islam (Hujjah bagi Islam)".

Al-Imam Haromain berkata: "Al-Ghazali ilmunya seperti lautan".

Al-Imam Ibnu Najar berkata: "Abu Hamid adalah Imamnya para Ahli Fiqih sekaligus pendidiknya para ummat".
Al-Imam Muhammad Bin Yahya salah satu muridnya Al-Ghazali juga berkata: "Al-Ghazali adalah Imam Syafi'i kedua".
Al-Hafidz Ibnu Katsir juga berkata: "Al-Ghazali adalah paling cerdasnya Ulama' di segala bidang keilmuan dan Pimpinan Para Pemuda".
Al-Hafidz Ibnul Jauzi dari kalangan Ulama' Hanbali juga berkata: "Semua orang telah menulis karangan dari kalamnya (perkataan) Al-Ghazali".

- Karangan kitab Al-Imam Al-Ghazali
1. Ihya' Ulumuddin
2. Al-Munqid Mina Ad-Dholal
3. Al-Iqtisod Fi Al-I'tiqod
4. Mizan Al-Amal
5. Fadhoih Al-Bathiniyah
6. Al-Qistos Al-Mustaqim
7. Faishol At-Tafarruq Bayna Al-islam Wa Az-Zindiqoh
8. Tahafut Al-Falasifah
9. Mi'yar Al-'ilm
10. Al-Maqshod Al-Asna Fi Syarh Asma'ul husna
11. Al-bhasith
12. Al-Wasith
13. Al-Wajiz
14. Al-Mustashfa
15. Al-Mankhul
16. Kimiya As-Sa'adah
17. Jawahir Al-Qur'an
18. Yaqut Atta'wil Fi tafsir Attanzil
19. Minhaj Al-'Abidin
20. Al-Arba'in Fi usuluddin
21. Maskatul Anwar
22. Ad-duror Al-fakhiroh Fi Kasfi 'ulum Al-akhiroh
23. 'Iljam Al-Awam 'an 'ilmi Al-Kalam
24. Bidayah Al-Hidayah

- Wafatnya Al-Ghazali

Setelah Al-Ghazali melanjutkan lagi perjalanannya ke Negeri Syam dan Berziarah ke Baitul Maqdis sudah 10 tahun Al-Ghazali menetap di sana dan berpindah-pindah di beberap Masjid kemudian bertempat di suatu gunung untuk melatih dirinya agar tidak mengikuti hawa nafsunya dan berusaha untuk jihad di jalan Allah, selalu beribadah dengan ketaatan sampai Al-Ghazali menjadi Ulama' terkemuka di masanya dan mendapatkan keberkahan yang melimpah sehingga sampai di jalan keridoan Ilahi.

Setelah Al-Ghazali kembali ke Baghdad untuk membahas tentang ilmu Hakikat, ahkirnya Al-Ghazali mengarang sebuah kitab yang berjudul 'Ihya' Ulumuddin. Dalam kitab 'Ihya' 'Ulumuddin terdapat Hadist Nabi Muhammad SAW yang sangat banyak sekali sehingga Al-Ghazali jika mau meletakKan Hadist Nabi SAW dicium dulu Hadist itu, jika Hadist itu harum maka Al-Ghazali menulisnya dalam kitab 'Ihya' 'Ulumuddin, jika tidak maka Al-Ghazali tidak menulisnya.

Kemudian Al-Ghazali melanjutkan ke Khurosan dan mengajar di Madrasah Nidzomiyah Naysaburi di masa yang sebentar setelah Al-Ghazali mengajar di Madrasah Nidzomiyah akhirnya kembali ke negeri kelahirannya yaitu Ath-Thusi dan belajar dari beberapa Ulama' Fiqih, beliau juga selalu menjaga waktunya untuk menghatamkan Al-Qur'an dan selalu berpuasa dan Istiqomah dalam semua bentuk ibadahnya. Imam Al-Ghazali wafat di negeri kelahirannya Ath-Thusi pada hari senin 14 Jumadil Akhir pada tahun 505 H. dan dimakamkan di Pemakaman Ath-Thobron.

Referensi :

1. Al-Munqid Min Adh-Dholal karya Al-Ghazali (Hal. 59-65).
2. Al-Muntadzim Karya Ibnul Jauzi (Juz 9 hal. 168).
3. Siyar A'lam An-Nubala' Kayra Imam Adz-Dzahabi (Juz 19 hal. 322).
4. Thobaqot Asy-Syafi'iyah Al-Kubro Karya Taqiyuddin As-Subuki (Juz 6 hal. 191).
5. Al-Bidayah Wa An-Nihayah Karya Imam Ibnu Katsir (Juz 12 hal. 173).
6. Wafiyat Al-A'yan karya As-Shofadi (Juz 4 hal. 416).
7. Mir'ah Al-Jinan Karya Al-Yafi'i (Juz 3 hal. 145).
8. Thobaqot Ash-Shufiyah Karya Al-Manawi (Juz 2 hal. 291).
9. Syadzrat Adz-Dzahab karya Ibnu Al-'Imad Al-Hanbali (Juz 4 hal. 13).
10. Al-A'lam karya Az-Zarkali (Juz 7 hal. 22).
11. Muqoddimah Ihya' Ulumiddin


Disadur dari Kitab Minhaj Al-'Abidin Cetakan Dar El-Mokattam, Cairo 2009.






Bagi yang ingin berinvestasi dengan low risk low profit melalui akun PAMM (minimal $1 ) dan juga FOREXCOPY (balance dan equity tergantung masing-masing) di broker INSTAFOREX bisa memantau daftar kumpulan trader dibawah ini :

  • Jika belum punya akun broker instaforex bisa daftar disini
  • Untuk panduan pembukaan akun silahkan baca disini
  • Untuk panduan deposit bank lokal bisa dibaca disini
  • Untuk panduan donlot dan instal Metatrader Instaforex ( untuk forexcopy) silahkan baca disini





Temukan dan follow kami di facebook : Info Bisnis Dan Hiburan

Kamis, 23 Maret 2017

5 Cara Melawan Hawa Nafsu

Saudaraku yang dirahmati Allah SWT, hidup ini adalah perjuangan melawan hawa nafsu (syetan). Kadangkala kita menang dan kadangkala kita kalah melawan hawa nafsu syetan kita. 

Imam Ghazali menyebut ada tiga bentuk perlawanan manusia terhadap hawa nafsu.

1.Nafsu Muthmainnah (nafsu yang tenang)
Yaitu ketika iman menang melawan hawa nafsu, sehingga perbuatan manusia tersebut lebih banyak yang baik daripada yang buruk.

2. Nafsu Lawwamah (nafsu yang gelisah dan menyesali dirinya sendiri)
Yaitu ketika iman kadangkala menang dan kadangkala kalah melawan hawa nafsu, sehingga manusia tersebut perbuatan baiknya relatif seimbang dengan perbuatan buruknya.

3. Nafsu La’ammaratu Bissu’ (nafsu yang mengajak kepada keburukan)
Yaitu ketika iman kalah dibandingkan dengan hawa nafsu, sehingga manusia tersebut lebih banyak berbuat yang buruk daripada yang baik.




Coba kita renungkan, termasuk manakah kita?
Kalau saya bersangka baik kepada Anda, maka saya menilai Anda masih termasuk kelompok yang pertama, yaitu nafsu muthmainnah. Memang salah satu ciri orang yang ternasuk nafsu muthmainnah adalah segera sadar dan gelisah terhadap perbuatannya yang buruk. 


Walaupun ia melakukan perbuatan buruk yang kecil, tetapi sudah dianggapnya besar, sehingga ia selalu hati-hati dalam melangkah. Kita perlu bersyukur kepada Allah SWT karena Anda memiliki ‘sensifitas yang tinggi’ terhadap perbuatan dosa. Dan ini adalah ciri orang-orang yang bertaqwa yang akan segera meninggalkan perbuatan yang dibenci Allah sebelum jauh melangkah. Sebab kalau sudah menjadi kebiasaan akan sulit untuk menghilangkannya.

Sedangkan untuk mengendalikan hawa nafsu, sebaiknya kita melakukan langkah-langkah sebagai berikut :


1. Banyak melakukan ibadah, terutama ibadah-ibadah sunnah (sholat dhuha, tahajud, baca Al Qur’an, dll). Sebab makanan hati yang bersihadalah ibadah.

2. Minta kepada Allah dengan sungguh-sungguh (berdoa) agar keinginan kita semakin kuat untuk meninggalkan hal-hal yang buruk.

3.Meyakini imbalan besar yang akan Allah berikan kepada orang-orang yang mampu mengendalikan hawa nafsunya. “Katakanlah:

"Inginkah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikian itu (memperturuti hawa nafsu)?." Untuk orang-orang yang bertakwa (kepada Allah), pada sisi Tuhan mereka ada surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai; mereka kekal didalamnya. Dan (mereka dikaruniai) isteri-isteri yang disucikan serta keridhaan Allah. Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya” (QS. Ali ‘Imron yat 15). 

Kuatkan keyakinan tersebut dengan banyak berzikir (mengingat Allah) dan beribadah kepadanya. Jangan hanya mengandalkan ibadah wajib saja untuk mengendalikan nafsu, tambah juga dengan ibadah sunnah, seperti shaum senin-kamis, sholat tahajjud, tilawah Al Qur’an, sholat dhuha, dan lain-lain. 

4.Jaga panca indera kita dari pengaruh syahwat (nafsu). Jaga mata kita untuk tidak melihat hal-hal yang berbau maksiat, jaga pendengaran dari pembicaraan yang jorok, jaga mulut dari berkata-kata yang cabul, dan jaga tangan serta kaki kita untuk tidak menjamah atau melangkah ke hal-hal yang maksiat.

5. Jaga pikiran kita dengan selalu berpikir positif dan produktif yang akan didapat dari banyak membaca yang positif dan hindari juga lingkungan yang membangkitkan hawa nafsu kita.

Demikianlah uraian singkat tentang 5 Cara Melawan Hawa Nafsu, semoga bermanfaat.
Wassalam...




Bagi yang ingin berinvestasi dengan low risk low profit melalui akun PAMM (minimal $1 ) dan juga FOREXCOPY (balance dan equity tergantung masing-masing) di broker INSTAFOREX bisa memantau daftar kumpulan trader dibawah ini :


  • Jika belum punya akun broker instaforex bisa daftar disini
  • Untuk panduan pembukaan akun silahkan baca disini
  • Untuk panduan deposit bank lokal bisa dibaca disini
  • Untuk panduan donlot dan instal Metatrader Instaforex ( untuk forexcopy) silahkan baca disini





Temukan dan follow kami di facebook : Info Bisnis Dan Hiburan

Senin, 02 Januari 2017

Mengenal Abu Musa Al-asy'ari, Ahlul Qur'an Sahabat Baginda Rasul


Di antara cobaan bagi umat Islam akhir zaman adalah dikaburkannya sosok-sosok teladan mereka. Figur yang mestinya mereka teladani dirusak image-nya. Wibawa mereka dinista. Sehingga umat Islam bingung, siapa yang harus mereka teladani. Umat Islam tidak lagi percaya kepada tokoh-tokoh agama yang selayaknya mereka kagumi. Di antara orang-orang yang dirusak figurnya adalah sahabat Rasulullah  yang bernama Abu Musa al-Asy’ari radhiallahu ‘anhu. Ia adalah salah seorang tokoh dan ulama di kalangan para sahabat.

Ketika terjadi perselisihan antara Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah radhiallahu ‘anhuma, Ali mengangkat Abu Musa sebagai juru rundingnya, karena ia seorang yang netral. Tidak memihak Ali dan tidak pula Muawiyah. Sedangkan Muawiyah mengangkat Amr bin al-Ash. Hasil perundingan seolah-olah pihak Muawiyah yang diuntungkan. Kemudian orang-orang yang di hati terdapat penyakit menuduh Amr sebagai seorang yang licik. Dan Abu Musa sebagai seorang yang lemah dan pendek akalnya, wa ‘iyadzubillah.
Pada kesempatan kali ini, kita akan mengenal bagaimana sosok Abu Musa al-Asy’ari radhiallahu ‘anhu di mata Rasulullah  dan para sahabatnya. Agar kita dapat menilai sosok sahabat yang mulia ini dengan adil. Tanpa pengaruh pengikut hawa nafsu.





Mengenal Abu Musa

Rasulullah memujinya,


يَا أَبَا مُوسَى لَقَدْ أُعْطِيتَ مِزْمَارًا مِنْ مَزَامِيرِ آلِ دَاوُدَ 


“Wahai Abu Musa, sungguh engkau telah dikaruniai suatu suara yang indah dari keluarga Daud.” (HR. At Tirmidzi dalam Sunannya V/693, menurut At Tirmidzi hadits ini hasan shahih).

Namanya adalah Abdullah bin Qays. Akan tetapi ia lebih dikenal dengan kun-yahnya, Abu Musa al-Asy’ari. Ibunya adalah seorang wanita Mekah yang bernama Zhabiyyah binti Wahb. Ibunya memeluk Islam dan wafat di Madinah.
Untuk ukuran orang kaukasia, Abu Musa adalah seorang laki-laki Arab yang pendek. Badannya kurus dan janggutnya tidak lebat. Ia meninggalkan kampung halamannya, Yaman, karena mendengar tentang seorang Rasul yang mendakwahkan tauhid di Kota Mekah. Setelah pindah ke kota suci itu, Abu Musa radhiallahu ‘anhu duduk di majelis Rasulullah . Ia mendengar kalam petunjuk dan ilmu keimanan. Beberapa waktu tinggal di Mekah, kemudian ia kembali ke Yaman untuk mendakwahi masyarakat kampung halamannya.

Berlayar Menuju Habasyah

Di Yaman, Abu Musa al-Asy’ari berhasil mendakwahi beberapa orang dari kaumnya. Abu Musa al-Asy’ari bercerita, “Saat di Yaman, kami mendengar Rasulullah keluar (dari Mekah). Kami pun berhijrah untuk bertemu dengannya. Aku, dua orang kakakku, Abu Burdah dan Abu Ruhm, beserta 50-an orang dari kaumku menaiki perahu. Kami berangkat menuju Habasyah. Di sana, kami berjumpa dengan Ja’far bin Abu Thalib dan sahabat-sahabatnya, radhiallahu ‘anhum. Ja’far mengatakan,

 ‘Sesungguhnya Rasulullah mengutus dan memerintah kami untuk tinggal (di Habasyah). Tinggallah kalian bersama kami’. Kami pun tinggal di sana bersamanya.” (Riwayat Imam Muslim dalam Kitab Fadha-il ash-Shahabah bab Fadha-il Ja’far bin Abi Thalib wa Asma binti Umais wa Ahlu as-Safinatuhum, No. 2503).

Tiba di Madinah

Rasulullah bersabda kepada para sahabatnya,
,

يُقَدِّمُ عَلَيْكُمْ غَدًا قَوْمٌ هُمْ أَرَقُّ قُلُوْبًا لِلْإِسْلَامِ مِنْكُمْ 

“Besok, akan datang kepada kalian kaum yang hatinya lebih lembut dari kalian dalam menerima Islam.” (HR. Ahmad 3369).

Keesokan harinya datanglah kabilah al-Asy’ari. Di antara mereka ada Abu Musa. Saat sekelompok orang dari kabilah ini tengah dekat Kota Madinah, mereka bersyair:


غَدًا نَلْقَى الأَحِبَّـةَ، مُحَمَّـدًا وَحِزْبَهُ 

Esok kita bertemu dengan para kekasih
Muhammad dan sahabat-sahabatnya

Setibanya di Madinah, mereka bersalam-salaman. Ada yang mengatakan inilah pertama kalinya tradisi salam-salaman dilakukan saat pertama berjumpa. Inilah budaya Arab, tradisinya kabilah al-Asy’ari. Mereka terbiasa bersalaman saat pertama berjumpa. Orang-orang Romawi yang mempengaruhi Eropa dan sebagian wilayah Asia tidak melakukan hal ini. Sedangkan Persia, mereka bersujud ketika bertemu rajanya. Tradisi salam-salaman ini pun dilanggengkan dalam syariat Islam.
Kedatangan Kabilah al-Asy’ari berbarengan dengan kedatangan Ja’far dan peritiwa penaklukkan benteng Khaibar. Nabi menjamu makan mereka. Jamuan itu dikenal dengan Tha’matu al-Asy’ariyyin. Abu Musa mengatakan, 

“Kami bertemu Rasulullah bersamaan dengan penaklukkan Khaibar. Beliau memberi kami (ghanimah). Hal itu tidak beliau lakukan kepada siapapun yang tidak turut penaklukkan Khaibar kecuali orang-orang yang berlayar di kapal menuju Madinah bersama Ja’far dan sahabatnya. Mereka mendapat bagian juga seperti kami”. (Riwayat al-Bukhari dalam Kitab al-Maghazi Bab Ghazwatu Khaibar, No: 3992).

Kedudukan Abu Musa al-Asy’ari

Melihat sambutan Rasulullah terhadap Kabilah al-Asy’ari, terutama tokoh mereka yakni Abu Musa, tahulah para sahabat kedudukannya di kalangan kaum mukminin. Secara pribadi, Abu Musa sendiri adalah seorang yang fakih, bijak, dan cerdas. Sehingga memang selayaknya ia dihargai.
Di masa berikutnya, Abu Musa menjadi ulama di kalangan para sahabat. Ia berfatwa dan memutuskan perkara. Rasulullah mengangkatnya sebagai pemimpin di sebagian wilayah Yaman, Zabid, dan Adn. Umar bin al-Khattab radhiallahu ‘anhu menjadikannya pemimpin di Bashrah. Dan Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu mempercayakan wilayah Kufah padanya.
Rasa cinta dan kasih Rasulullah ﷺ kepada Abu Musa, beliau tunjukkan saat mendoakannya ampunan dan masuk ke dalam surga.


اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِعَبْدِ اللهِ بْنِ قَيْسٍ ذَنْبَهُ، وَأَدْخِلْهُ يَوْمَ القِيَامَةِ مَدْخَلًا كَرِيْمًا 

“Ya Allah, ampunila dosa Abdullah bin Qays (Abu Musa). Masukannlah ia pada hari kiamat di tempat yang terpuji.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Asy-Sya’bi mengatakan, 

“Hakimnya umat ini ada empat orang: Amr (bin al-Ash), Ali (bin Abi Thalib), Abu Musa, dan Zaid bin Tsabit.” (Tarikh Dimasyq No.31996)

Maksudnya adalah orang-orang yang bijaksana keputusannya. Jika memutuskan suatu perkara, hasilnya bisa diterima, tepat, dan benar.
Asy-Sya’bi juga mengatakan, 

“Ahli fikih dari kalangan sahabat Muhammad ada enam orang: Umar, Ali, Abdullah bin Mas’ud, Zaid, Abu Musa, dan Ubay bin Ka’ab.” (Tarikh Dimasyq No.31996)

Hasan al-Bashri mengatakan, 

“Tidak ada seorang pengendara kuda yang datang ke Kota Bashrah, yang lebih baik dari Abu Musa al-Asy’ari.” (Siyar A’alam an-Nubala, Jilid II, Hal: 389).

Abu Musa dan Alquran

Abu Musa radhiallahu ‘anhu adalah seorang ahlul Quran. Ia menghafal, memahami, dan mengamalkannya. Jika ia membaca Alquran, suaranya begitu syahdu dan meresap ke jiwa. Seakan ruh di dalam badan beristirahat dengan tenang.

Suatu malam, Rasulullah mendengar Abu Musa radhiallahu ‘anhu melantukan ayat suci Alquran. Beliau takjub dengan keindahannya. Rasulullah  menggambarkan keindahan suara Abu Musa ketika membaca Alquran dengan sabdanya,


يَا أَبَا مُوسَى لَقَدْ أُوتِيتَ مِزْمَارًا مِنْ مَزَامِيرِ آلِ دَاوُدَ 

“Wahai Abu Musa, sungguh engkau telah diberi salah satu seruling keluarga Daud.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Mungkin ada yang bertanya, Apa yang dimaksud dengan seruling keluarga Daud? Apakah keluarga Daud memainkan alat musik seruling? Dan suara seruling itu seperti suara Abu Musa?
Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin rahimahullah menjelaskan makna hadits ini. 

“Daud ‘alaihissalam diberi wahyu oleh Allah berupa az-Zabur. Nabi Daud melagukan bacaannya. Beliau memiliki suara yang indah sampai-sampai gunung-gunung dan burung-burung bertasbih bersamanya. Mereka berbaris menikmati indahnya bacaan beliau ketika membaca az-Zabur. Inilah makna sabda beliau.” (Fatawa Nur ala Darb, asy-Syarith Raqm: 341).

Anda bisa bayangkan! Gunung-gunung dan hewan menikmati keindahan suara Nabi Daud ketika membaca az-Zabur. Kemudian Nabi menyebut bahwa Abu Musa mendapatkan sebagian dari keindahan suara itu, masya Allah..
Apabila Umar bin al-Khattab bertemu dengan Abu Musa, maka ia meminta Abu Musa untuk melantunkan Alquran. Beliau berkata,


شَوِّقْنَا إِلَى رَبِّنَا يَا أَبَا مُوْسَى 

“Buatlah kami rindu dengan Rabb kami wahai Abu Musa.” (Raudhatul Muhibbin wa Nuzhatu al-Musytaqin, Hal: 400).

Inilah bacaan Alquran yang terbaik, yang membuat seseorang bertambah rindu, cinta, dan takut kepada Allah.

Berilmu dan Beramal

Abu Musa radhiallahu ‘anhu adalah figur teladan untuk orang berilmu yang hendak mengamalkan ilmunya. Ia banyak berpuasa. Suatu ketika ia mengatakan, 

“Semoga dahaga di hari yang terik ini menjadi Pintu Rayyan untuk kita di hari kiamat.” (Rajul Hawla ar-Rasul, Hal: 442).

Dan Abu Musa wafat dalam keadaan berpuasa di hari yang panas.

Membela Abu Musa

Banyak yang merendahkan kemampuan kepemimpinan (leadership) Abu Musa karena peristiwa tahkim di zaman Ali bin Abu Thalib. Para orientalis menemukan momen yang tepat untuk memfitnah dan memojokkan sahabat-sahabat Nabi. Lewat peristiwa tersebut, dengan riwayat-riwayat palsu dan dusta, mereka berkata apapun tentang Ali bin Abi Thalib, Muawiyah, Abdullah bin Abbas, Amr bin al-Ash, dan Abu Musa al-Asy’ari. Sayangnya, ucapan mereka dikutip oleh sebagian kaum muslimin. Para sahabat Nabi difitnah memperebutkan dunia (kekuasaan), padahal mereka telah talak tiga dengan kehidupan dunia.

Mungkin ada yang bertanya, bagaimana bisa kisah-kisah yang diriwayatkan oleh ulama ahli sejarah, semisal ath-Thabari, Ibnu al-Atsir, Ibnu Saad, dan Ibnul Jauzi, itu palsu? Jawabnya adalah ath-Thabari, Ibnu al-Atsir, Ibnu Saad, dan Ibnul Jauzi tidak mensyaratkan apa yang mereka riwayatkan adalah berita yang shahih. Oleh karena itu, mereka meriwayatkan kejadian-kejadian sejarah bersama dengan nama-nama periwayatnya. Tujuannya agar pembaca bisa menilai kualitas berita tersebut berdasarkan nama-nama periwayat.
Muhammad Zahid al-Kautsary al-Hanafi rahimahullah membuat tolok ukur bagaimana menilai kualitas berita dari para sejarawan tersebut. Beliau mengatakan,


قِيْمَةُ مَا يَرْوِيْهِ ابْنُ جَرِيْرِ قِيْمَةُ سَنَدِهِ 

“Kualitas berita yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir (ath-Thabari) adalah kualitas sanadnya.”

Artinya, jika sanadnya lemah, beritanya pun juga lemah.
Cukup bagi kita berita-berita shahih dan masyhur tentang pengakuan kemampuan kepemimpinan Abu Musa al-Asy’ari oleh Rasulullah , Umar dan Utsman radhiallahu ‘anhuma.
Setelah Rasulullah wafat, Abu Musa kembali ke Madinah. Sebelumnya, ia diamanati Rasulullah atas wilayah Yaman. Di zaman Umar bin al-Khattab, Abu Musa diangkat menjadi gubernur Bashrah. Penduduk Bashrah yang terkenal pembangkang pun tidak memberontak kepada Abu Musa.
Kemudian Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu menjadikannya gubernur Kufah. Al-Aswad bin Yazid mengatakan,

 “Aku tidak pernah melihat dari kalangan sahabat Rasulullah yang lebih berilmu dari Ali dan Abu Musa.” (Siyar A’alam an-Nubala, Jilid II, Hal: 388).

Setelah mengetahui ini, bagaimana mungkin kita menuduh seorang yang ditunjuk oleh Rasulullah, Umar, dan Utsman sebagai seorang yang lemah? Berkali-kali pemimpin yang luar biasa itu menunjuk Abu Musa sebagai wakil mereka. Bahkan Umar memberinya tugas khusus sebagai hakim. Umar mengakui keadilan dan kecerdasannya dalam memutuskan perkara.

Wafatnya Sang Pembaca Alquran

Di masa tuanya, Abu Musa al-Asy’ari radhiallahu ‘anhu semakin giat beribadah. Sampai-sampai orang-orang menasihatinya agar kasihan terhadap dirinya sendiri. Diriwayatkan dari Shalih bin Musa ath-Thulhi, dari ayahnya, ia berkata, 

“Akhir usia sebelum wafat Abu Musa al-Asy’ari ia isi dengan bersungguh-sungguh beribadah. Orang-orang berkata padanya, ‘Sekiranya engkau menahan dan tidak memporsir dirimu’. Abu Musa menjawab, ‘Sesungguhnya kuda pacu, jika mendekati garis lintasan akhir, ia akan mengeluarkan segala kemampuannya. Dan yang tersisa dari umurku lebih sedikit dari itu’.” (Siyar A’alam an-Nubala, Jilid II, Hal: 393).

Beberapa saat menjelang ajalnya, Abu Musa senantiasa membaca doa:


اَللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ، وَمِنْكَ السَّلَامُ 

“Ya Allah, Engkaulah as-Salam dan dari-Mu keselamatan.”


Alangkah indah kalimat-kalimat akhir yang diucapkan Abu Musa. Para ahli sejarah berbeda pendapat tentang tahun wafatnya. Antara tahun 42 H hingga 52 H.



Bagi yang ingin berinvestasi dengan low risk low profit melalui akun PAMM (minimal $1 ) dan juga FOREXCOPY (balance dan equity tergantung masing-masing) di broker INSTAFOREX bisa memantau daftar kumpulan trader dibawah ini :



  • Jika belum punya akun broker instaforex bisa daftar disini
  • Untuk panduan pembukaan akun silahkan baca disini
  • Untuk panduan deposit bank lokal bisa dibaca disini
  • Untuk panduan donlot dan instal Metatrader Instaforex ( untuk forexcopy) silahkan baca disini





Temukan dan follow kami di facebook : Info Bisnis Dan Hiburan

Hikmah Dari Kematian Laknatullah Fir'aun

Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhuma, ia berkata, 

“Saat Nabi datang ke Madinah, beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa Asyura (10 Muharam). Lalu beliau bertanya, ‘Apa yang kalian lakukan?’ Mereka menjawab, ‘Ini adalah hari baik. Hari dimana Allah selamatkan Bani Israil dari musuhnya, maka Musa ‘alaihissalam berpuasa pada hari ini’.” (HR. Bukhari). 

Dalam riwayat Imam Muslim ditambahkan 

“Sebagai ungkapan syukur kepada Allah Ta’ala, maka kami pun berpuasa”.


Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 “Saya lebih berhak atas Musa dari kalian (kaum Yahudi). Maka beliau berpuasa pada hari itu dan memerintahkan ummatnya untuk melakukannya”. (HR. Bukhari).


Dalam riwayat Muslim ,

“Ini adalah hari yang agung. Allah menyelamatkan Musa dan kaumnya. Sedangkan Firaun dan kaumnya ditenggelamkan”.


Kisah binasanya orang-orang zhalim yang terdapat di dalam Alquran, seperti Firaun, kaum Nabi Nuh, kaum ‘Aad, kaum Tsamud, kaum Nabi Luth, dll. selalu memunculkan pelajaran yang mendalam. Mereka tidak dibinasakan begitu saja, mudah dilupakan, dan tidak meninggalkan pelajaran untuk dipetik. Allah membinasakan mereka dengan cara tertentu dengan kebijaksanaan-Nya sehingga mereka kekal dalam ingatan dan tidak dilupakan. Allah Ta’ala berfirman,


إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَةً وَمَا كَانَ أَكْثَرُهُمْ مُؤْمِنِينَ 

“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat suatu tanda kekuasaan Allah. Dan kebanyakan mereka tidak beriman.” (QS. Asy-Syuara: 8).

Tentang kaum Nabi Hudan dan Nabi Hud, Allah Ta’ala berfirman,


إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَاتٍ لِلْمُتَوَسِّمِينَ * وَإِنَّهَا لَبِسَبِيلٍ مُقِيمٍ * إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَةً لِلْمُؤْمِنِين 

“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang memperhatikan tanda-tanda. Dan sesungguhnya kota itu benar-benar terletak di jalan yang masih tetap (dilalui manusia). Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman."

Tewasnya Firaun




Saat mengejar Nabi Musa, Firaun memimpin pasukannya dengan penuh kesombongan. Ia begitu tertipu dengan kekuasaan yang ia miliki. Ketika melihat laut terbelah, bukannya ia teringat akan kekuasaan Allah yang jelas-jelas terpampang di hadapannya, Firaun malah bertambah sombong dan berusaha sekuat tenaga mengejar Nabi Musa. Setelah berada di tengah laut, Allah binasakan dia dan pasukannya dalam sekejap saja.
Kemudian Allah tidak hancurkan jasad Firaun sebagai pelajaran
.

آلْآنَ وَقَدْ عَصَيْتَ قَبْلُ وَكُنْتَ مِنَ الْمُفْسِدِينَ. فَالْيَوْمَ نُنَجِّيكَ بِبَدَنِكَ لِتَكُونَ لِمَنْ خَلْفَكَ آيَةً ۚ وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ عَنْ آيَاتِنَا لَغَافِلُونَ 

“Apakah sekarang (baru kamu percaya), padahal Sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu, dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan. Maka pada hari ini kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan Sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan kami.” (Qs. Yunus: 91-92)






Jasad Firaun
Orang-orang yang beriman memandang hal ini sebagai kekuasaan Allah yang luar biasa. Keimanan mereka semakin bertambah dan semakin yakin bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Peristiwa ini juga mengajarkan bahwa orang zalim itu akan binasa dengan kezaliman mereka betapapun lama masa kekuasaan mereka. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


إِنَّ اللَّهَ لَيُمْلِي لِلظَّالِمِ حَتَّى إِذَا أَخَذَهُ لَمْ يُفْلِتْهُ قَالَ ثُمَّ قَرَأَ: وَكَذَلِكَ أَخْذُ رَبِّكَ إِذَا أَخَذَ الْقُرَى وَهِيَ ظَالِمَةٌ إِنَّ أَخْذَهُ أَلِيمٌ شَدِيدٌ 


“Sesungguhnya Allah Ta‘ala betul-betul menangguhkan siksaan bagi orang yang berbuat zalim. Sampai tatkala Allah telah menghukumnya, maka Dia tidak akan melepaskannya.” Kemudian Rasulullah membaca ayat, “Begitulah siksaan Rabbmu apabila Dia menyiksa (penduduk) negeri-negeri yang berbuat zalim. Sesungguhnya siksaan-Nya itu sangat pedih lagi keras.” (QS. Huud: 102).” (HR. Al-Bukhari no. 4318 dan Muslim no. 2583).


Sunnatullah terhadap orang-orang yang zalim ini terus berlangsung, tidak hanya terbatas pada umat-umat terdahulu saja. Allah Ta’ala berfirman,


وَكَمْ قَصَمْنَا مِنْ قَرْيَةٍ كَانَتْ ظَالِمَةً وَأَنْشَأْنَا بَعْدَهَا قَوْمًا آَخَرِينَ 


“Dan berapa banyaknya (penduduk) negeri yang zalim yang teIah Kami binasakan, dan Kami adakan sesudah mereka itu kaum yang lain (sebagai penggantinya).” (QS. Al-Anbiya: 11).


Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Abu Jahl di hari kematiannya 

“Ini adalah Firaunnya umat ini”.


Pada hari ini kita lihat orang-orang semisal Basyar al-Asad (Presiden Suriah), pembantai umat Islam di Serbia yakni Presiden Slobodan Milosevic, dll.


Penutup


Pada hari 10 Muharram, hari Asyura, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan umatnya untuk berpuasa. Dengan demikian hari ini selalu diingat oleh umat Islam dan dijadikan pelajaran bahwa pertolongan Allah itu akan datang kepada orang-orang yang beriman dan bertakwa. Sedangkan kezaliman itu akan sirna.



Bagi yang ingin berinvestasi dengan low risk low profit melalui akun PAMM (minimal $1 ) dan juga FOREXCOPY (balance dan equity tergantung masing-masing) di broker INSTAFOREX bisa memantau daftar kumpulan trader dibawah ini :

  • Jika belum punya akun broker instaforex bisa daftar disini
  • Untuk panduan pembukaan akun silahkan baca disini
  • Untuk panduan deposit bank lokal bisa dibaca disini
  • Untuk panduan donlot dan instal Metatrader Instaforex ( untuk forexcopy) silahkan baca disini



Temukan dan follow kami di facebook : Info Bisnis Dan Hiburan